"Salah-salah pulang tinggal nama"
Siang ini terasa sangat panas sekali, dimana tak sedikitpun awan melintas dilangit, seperti biasa selepas sholat duhur, aku selalu meluncur kerumah-rumah Nasabah yang nunggak pembayaran.
Tara biasa orang memanggilku, padahal itu bekan nama asliku.
Nama asliku yaitu Dodi Almahera, entah mengapa orang lebih senang memanggilku "Tara" umurku masih 20 Tahun, maklum belum lama lulus SMA.
Meski baru lulus SMA, aku sangat bersyukur karena langsung bisa bekerja diperusahaan leasing ternama, ya.. Meski hanya menjadi Colektor atau tukang tagih, tapi itu sangat menyenangkan bagiku dan membuatku merasa lebih beruntung dari kawan-kawan ku, yang sampai saat ini nganggur, Tidak kuliah kerjapun tidak, hanya mengandalkan kekayaan orang tua.
Tiga tahun sudah aku bekerja menjadi kolektor, sehingga hampir paham dengan sifat-sifat orang yang berhutang bila ditagih, ada yang menerima dengan sopan, ada yang susah ditemui, bahkan ada juga yang marah-marah.
Berbagai macam karakter orang ku temui dan kuhadapi dengan tenang bahkan ada yang ikhlas menyerahkan kendaraan nya kepadaku, karena merasa tak sanggup membayar angsuran nya.
Siang ini saya mendapat tugas yang banyak tidak seperti biasa, biasa nya aku hanya dapat tagihan motor saja, kali ini ada tagihan Mobil Terios yang sudah diangsur tiga tahun, namun sisa hutang nya masih lumayan besar.
Tunggakan nya sudah lebih dua bulan, dan ini memang harus jadi target utama untuk bayar, sebab poin nya juga besar.
Dibuku tagihan tertera no hp dan alamat lengkap nya, ku telpon "tuuut" tuuuut" "tuuuut"... Namun tak ada jawaban, dan kuulangi lagi tetap tidak ada jawaban. "hehhh, biasa orang kalau punya hutang akan sulit dimui, ditelpon dak ngangkat, hehh" gumamku.
Setelah berkeliling tanya-tanya kewarga sekita alamat, bertemulah aku dengan orang tua paruh baya yang umur nya kira2 lima puluh tahun, aku ngobrol banyak dan dapat informasi tentang siapa orang yang mau ku datangi.
"oo ternyata dia pak RW ya buk?" kataku
"iya. Beliau agak sangar, dan temperamental, jadi hati2 aja kalau anak bertemu dengan nya," kata ibuk itu.
"terimakasih banyak atas informasinya bu, saya akan coba temui nya, mudah2han berhasil" kataku "permisi ya buk, assalamu'alakum.
Kulanjutkan perjalanan menuju Rumah pak Ripai yang memang sedang kucari, ternyata tidak susah menemukan rumah nya.
"mungkin ini rumah nya" gumamku.
Rumah besar berlantai dua dengan pagar tinggi berwarna biru tua, yang disekeliling nya ada pohon kayu cemara, disela-sela pohon ada bunga yang berwarna warni, terlihat jelas kalau rumah nya terawat dengan baik, di samping gerbang terdapat papan nama kecil tergantung bertuliskan KETUA RW 02..
"assalamu'alakum?..
Kuucapkan salam hingga tiga kali, dan keluarlah seorang laki-laki perkiraan umur 60 Tahun, berambut hampir semua putih, berpakaian batik dan memakai kain sarung, membuka pintu rumah, dan ia jalan mendekati ku terus membuka gerbang.
"adik mau cari siapa? Tanya bapak itu dengan suara agak serak namun jelas terdengar.
"Maaf apa betul ini rumah pak Ripai? " tanya ku
"iya betul saya pak Ripai, ada apa dan adik dari mana?"
Aku ulurkan tangan dan memperkenalkan diri, setelah itu saya diajak nya masuk.
"Silahkan duduk" kata bapak itu.
Aku duduk, dan mulai bercerita siapa dan mau apa tujuanku kerumah nya, tiba-tiba..
"Braaaaak" dipukul nya meja kuat-kuat terus mengacungkan telunjuk nya padaku.
"Rupa nya kamu yang mau narik mobilku ya!?" dengan nada keras terdengar gemeretuk bunyi gigi nya, terus melangkah kebelakang meninggalkanku sendirian.
Tak berselang beberapa menit bapak itu membawa parang panjang putih mengkilat, ditancapkan nya parang panjang itu di meja, "cekrak". Kaki kanan bapak diangkat diletakan dikursi, tangan kiri dipinggang dan tangan kanan madih memegang gagang parang panjang.
"silahkan bawa mobilku, tapi tinggalkan kepalamu" kata pak Ripai, dan terus ngoceh tak karuan, aku hanya diam tanpa bicara sedikitpun, tanpa membantah atau memotong kata-kata nya hingg selesai dia bicara.
"ini saat nya aku ngomong" pikirku.
"maaf pak, boleh saya ngomong? Tanyaku.
"ya silahkan" kata pak Ripai.
Tidak kusia-siakan kesempatan yang diberikan, kukatakan bahwa semua yang ia katakan itu benar semua, dan saya mencoba masuk diposisi ia, istilah keren nya "berempati".
kusanjung ia, kupuji, kunaikan ia, pokok nya sedari tadi belum sekalimatpun aku singgung tentang penarikan mobil nya, kulihat amarah nya sudah mulai reda dan ia kembali duduk.
"sebenar nya saya orang nya tidak tegaan kata nya" mulai melemah kata-kata nya.
"iya pak, saya percaya, kata tetangga bapak yang kutemui tadi, bahwa bapak orang yang baik, orang yang ramah dan bertanggung jawab, hingga banyak masyarakat yang senang kepada bapak" kata ku merayu,.
Kugiring ia menceritakan tentang diri nya, keluarga nya, anak-anak nya bahkan pekerjaan nya, ia ceritakan semua, karena semua orang itu pasti senang akan mencerikan tentang diri nya.
Obrolan kami semakin hangat, dan hampir satu jam bapak itu menceritakan tentang diri nya, ku hanya diam mendengarkan, sambil mengangguk angguk dan mendoyongkan badan kearah nya, menandakan keseriusankun mendengar cerita nya.
"pembicara yang baik adalah pendengar yang baik" kata-kata itu yang selalu ku ingat dengan baik, sehingga lawan bicara kita akan senang "ngobrol" dengan kita.
Suara ngaji di masjid terdengar kuat sekali menandakan sebentarlagi mau adzan magrib, aku berdiri mau berpamitan, dan bapak itu mencegahku.
"dik mau kemana?, tunggu sebentar" kata nya terus beranjak kebelakang, tak berapa lama ia keluar dan menyerahkan uang yang masih di ikat, kelihatan nya baru diambil dari bank karena masih terikat rapi.dan disodorkan padaku.
"wah.. Apa ini pak?" tanyaku pura2 tak tahu dan heran, pahal ini yang ku tunggu.
"maafkan bapak ya nak, kemarin saya dapat surat tagihan, kata nya kalau tidak dibayar, maka mobil ku akan ditarik, siapa coba yang tak marah" keluh nya.
Saya hanya diam sambil menghitung uang nya, kulihat tagihan nya dan rupanya uang nya berlebih seratus ribu rupiah,.
"pak uang nya berlebih" kosodorkan pada nya.
"sudahlah...ambil saja" kata nya
Aku menolak nya, sambil kujelaskan bahwa saya sudah dibayar perusahaan, dan tidak boleh menerima apapun dari nasabah, sebab itu nama nya suap, tapi ia tetap memaksa dan mengayakan ia ikhlas karena telah menyadarkanya.
Kuterima uang yang diberikan nya itu dan saya langsung berpamitan, kujabat tangan nya.
"terimakasih pak, atas nasehat nya dan angsuran nya, saya permisi dulu" kataku
"iya" jawab nya, " bapak juga berterimakasih banyak, kamu bisa main-main lagi kerumah bapak, ada banyak yang bapak mau ceritakan" lanjut nya.
Dan begitulah, sifat manusia segalak apapun, segarang apapun ia, kalau kita tahu ilmu nya akan bisa kita taklukan, itulah yang terjadi dalam perjalanan ku menjadi kolektor, sehingga kita bisa "ambil madu tanpa harus merusak sarang nya" kita bisa "menarik rambut dalam tepung" rambut dapat, tepung tak beserak.
Kejadian hari ini, membuatku semakin yakin bahwa tak perlu kita melawan api dengan api, namun lawanlah api dengan air, usahakan pada intinya saja kalau intinya ingin angsuran itu dibayar, tak perlu dengan kekerasan atau dengan tekanan intinya dibayar.
Semoga pengalaman ku ini bisa bermanfaat.
Keine Kommentare:
Kommentar veröffentlichen